Dr Dedy Hermawan SSos MSi (Foto: ANTARA LAMPUNG/Dok. Ist) |
Bandarlampung - Pengamat sosial politik, Kepala Pusat Studi Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Dr. Dedy Hermawan SSos., MSi yang pada Kamis (11/7) ini dilantik sebagai Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Unila, menyampaikan analisanya berkaitan pasangan calon kepala daerah dalam Pilgub Lampung 2013, kondisi partai politik, dan kepemimpinan Lampung ke depan.
Proses pemilihan Gubernur Lampung tahun 2013 ini telah membuat situasi dan kondisi perpolitikan di Lampung berjalan dinamis. Dinamika parpol dapat dicermati pada saat pendaftaran pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Lampung di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung.
Partai politik dan para calon gubernur dan calon wakil gubernur saling melakukan komunikasi secara intens untuk terjadinya kesepakatan politik. Partai politik, baik partai besar, partai menengah, dan partai kecil, memiliki kontribusi penting bagi setiap calon gubernur dan calon wakil gubernur Lampung sebagai "perahu" mendaftar ke KPU Lampung.
Parpol-parpol di Lampung tiba-tiba menjadi sangat aktif --lobby, public opinion, konferensi pers, dan sebagainya--memanfaatkan momentum pilkada gubernur Lampung ini untuk kepentingan Pemilu 2014 dengan cara melakukan transaksi politik untuk mendapatkan amunisi pada saat Pemilu 2014.
Namun sayangnya, dinamika parpol ini hanya terjadi pada momentum-momentum musiman saja seperti pemilu legislatif, pilkada, dan pilpres, tapi pasca itu parpol kembali "tidur lelap" dan meninggalkan fungsi-fungsi pokoknya seperti sebagai penyalur aspirasi rakyat, pendidikan politik, rekrutmen politik, dan advokasi kebijakan.
Transaksi-transaksi politik yang menggambarkan keaktifan parpol di Lampung pun terjadi dalam bingkai kepentingan parpol yang pragmatis, seperti 'deal-deal' berapa "harga" parpol bisa "dibeli" oleh para calon kepala daerah.
Dalam situasi politik yang normal dengan kehidupan demokrasi yang berlangsung secara sehat, maka dinamika parpol merupakan faktor penting untuk melahirkan dan mengawasi pemimpin-pemimpin politik yang mendapatkan amanah sebagai kepala daerah. Sebaliknya, lingkungan transisi demokrasi yang tidak stabil dan demokrasi berbasis pragmatisme, akan melahirkan pemimpin-pemimpin politik yang juga pragmatis.
Proses pemilihan kepala daerah Lampung hari ini sesungguhnya masih dibalut oleh ikatan pragmatis, sehingga pemimpin baru dengan harapan perubahan baru di Lampung yang signifikan masih dipertanyakan.
Keraguan ini sangat wajar manakala menengok lima pasang calon gubernur dan wakil gubernur yang ada adalah wajah-wajah lama yang tidak identik dengan semangat perubahan. Apalagi masyarakat Lampung yang akrab dengan praktik kepemimpinan fenomenal di DKI Jakarta, yaitu Jokowi dan Ahok, sepasang kepala daerah yang telah melakukan gebrakan-gebrakan nyata reformasi birokrasi, pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, dan sebagainya.
Namun, optimisme harus tetap dipatrikan ke dalam jiwa masyarakat Lampung, kita berpikir positif, di balik semua kekurangan para calon gubernur dan wakil gubernur itu, masih ada potensi kebaikan yang akan diberikan kepada masyarakat Lampung, seperti pasangan Amalsyah Tarmizi (mantan Danrem 043 Garuda Hitam Lampung) dan Gunadi Ibrahim (Ketua Partai Gerindra Lampung), kombinasi militer dan sipil semoga bisa bersinergi menciptakan iklim keamanan kondusif, sehingga pembangunan ekonomi bisa terwujud.
Kemudian, pasangan M Alzier Dianis Thabranie (Ketua Partai Golkar Lampung) dan Lukman Hakim (Wali Kota Metro), di tengah rekam jejak Alzier selama ini, namun duet dengan Lukman itu diharapkan dapat menguubah wajah pembangunan di Lampung yang pro pada publik.
Selanjutnya, pasangan Herman HN (Wali Kota Bandarlampung) dan Zainudin Hasan, dengan pangalaman perubahan nyata di Kota Bandarlampung, harapannya akan terwujud juga dalam skala Provinsi Lampung.
Begitu juga dengan pasangan M Ridho Ficardo (Ketua Partai Demokrat Lampung) dengan Bachtiar Basri (Bupati Tulangbawang Barat) merupakan duet yang menjajikan perubahan yang lebih baik bagi Provinsi Lampung, karena potensi Ridho sebagai anak muda yang bersemangat memiliki idealisme dengan arahan dari pasangannya yang sudah berpengalaman, akan berpotensi perbaikan kondisi Lampung masa depan.
Demikian juga dengan pasangan Berlian Tihang (Sekdaprov Lampung) dan Mukhlis Basri (Bupati Lampung Barat) adalah duet yang dapat diharapkan memperbaiki pembangunan di Lampung.
Pemilihan kepala daerah berbeda dengan pemilu legislatif dan pilpres. Ikatan emosinya lebih tinggi di tengah masyarakat, sehingga beberapa bulan ke depan situasi dan kondisi politik di Lampung akan berjalan secara "panas" dan "menghangat", dengan berbagai manuver para calon, tim sukses, dan simpatisan yang bertujuan mendapat hati para pemilih. Partai politik pendukung dan pengusung pun akan terlibat sebagai mesin pemenangan para calonnya. Hal ini menambah hiruk-pikuk pesta demokrasi di Lampung.
Penyebaran kekuatan masing-masing calon yang seimbang, diprediksi akan membuat kompetisi untuk mendapatkan kursi kepala daerah dan wakil kepala daerah Lampung berjalan secara sengit.
Trik dan intrik akan bermunculan dari masing-masing pasangan dengan tim pemenangannya, seperti membangun sentimen etnis, 'black campaign', pencabutan atribut, dan sebagainya.
"Panasnya" persaingan para kandidat gubernur Lampung ini, akan menjadi tantangan tersendiri bagi KPU Lampung.
KPU Lampung dituntut untuk bekerja secara profesional, tegas, independen, transparan, dan jujur serta berdasarkan aturan, sehingga akan mampu melaksanakan proses politik ini secara tertib, aman, dan damai. KPU Lampung juga mesti menggandeng berbagai pihak untuk sama-sama mensukseskan pelaksanaan Pilgub Lampung 2013 ini, seperti pihak kepolisian, tokoh masyarakat, akademisi, LSM, dan stakeholders lainnya.
Prinsipnya, tindakan antisipasi sejak dini adalah lebih baik daripada menunggu konflik akibat pilkada itu meledak.***. (antara)