Bandarlampung - Wacana pengunduran pelaksanaan pemilihan gubernur Lampung berbarengan dengan pelaksanaan Pemilu Legislatif pada 9 April 2014 mendatang yang disampaikan oleh Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, ditanggapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.
Mungkinkah hal itu berlangsung?
Menurut Ketua KPU Lampung, Dr Nanang Trenggono MSi, di Bandarlampung, Rabu (15/1), menyatakan, untuk melaksanakan wacana yang disampaikan Gubernur Lampung dalam salah satu pidatonya itu, perlu payung hukum dari KPU Pusat.
"Gubernur kalau punya wacana hendaknya bersikap elegan, silakan kirim surat secara tertulis ke KPU Pusat, bukan diucapkan di sembarang tempat," kata dia lagi.
Menurut Nanang, KPU Lampung hanyalah perpanjangan tangan dari KPU Pusat dalam melaksanakan perintah terkait pelaksanaan pilgub, dan tidak memiliki wewenang apa pun di luar perintah tersebut.
Pada hakikatnya, dia melanjutkan, penjadwalan pilgub Lampung itu ditetapkan oleh pusat, termasuk pelaksanaannya apabila diwacanakan akan bersamaan dengan pemilu legislatif.
Dia menegaskan bahwa KPU Pusat berkewajiban membuat payung hukumnya, karena berdasarkan undang-undang, ada perbedaan signifikan dalam pelaksanaan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Nanang mencontohkan, beberapa hal yang signifikan tersebut, di antaranya perubahan jumlah maksimal pemilih di TPS pada pemilu legislatif dan pilgub yang bisa berbeda hingga 100-an orang pemilih.
"Jumlah maksimal pemilihnya berbeda, jadi kalau digabungkan harus ada payung hukum dari KPU Pusat agar tidak melanggar aturan yang ada," kata dia pula.
Selain itu, beberapa hal lain yang harus diatur secara tertulis dari KPU Pusat apabila pilgub dilaksanakan bersamaan dengan pemilu legislatif adalah waktu pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suaranya.
Menurut Nanang, apabila dilaksanakan bersamaan, waktu pemungutan suara di TPS harus ditambah dan tidak berakhir pada pukul 13.00 WIB, demikian juga dengan detail pelaksanaan penghitungan suara hasilnya, mana yang harus didahulukan pemilu legislatif atau pemilu gubernur.
"Petugas di TPS `kan tidak bertambah, dan mereka akan bekerja dua kali lebih berat," kata Nanang lagi.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Lampung Nazarudin menyatakan, mustahil pilgub dan pemilu legislatif digelar bersamaan karena jumlah TPS dan jumlah pemilih maksimal per TPS yang berbeda.
Jumlah TPS pada pilgub juga akan lebih sedikit, karena menurut aturan yang berlaku untuk pilgub jumlah maksimal pemilih untuk satu TPS adalah 600 orang, sedangkan untuk pemilu legislatif 500 orang.
Sedangkan untuk petugas panitia pemungutan suara pada pilgub juga lebih sedikit yaitu sekitar 5.000-an petugas, sedangkan pada pemilu legislatif dan pemilu presiden mencapai 7.000-an orang.
Guna menyikapi agar pelaksanaan pemungutan suara pilgub Lampung dapat berjalan sesuai jadwal telah ditetapkan pada 27 Februari mendatang, Nazarudin menyatakan harus ada kerja sama di semua lini, khususnya antara pemerintah daerah dan KPU.
Mungkinkah hal itu berlangsung?
Menurut Ketua KPU Lampung, Dr Nanang Trenggono MSi, di Bandarlampung, Rabu (15/1), menyatakan, untuk melaksanakan wacana yang disampaikan Gubernur Lampung dalam salah satu pidatonya itu, perlu payung hukum dari KPU Pusat.
"Gubernur kalau punya wacana hendaknya bersikap elegan, silakan kirim surat secara tertulis ke KPU Pusat, bukan diucapkan di sembarang tempat," kata dia lagi.
Menurut Nanang, KPU Lampung hanyalah perpanjangan tangan dari KPU Pusat dalam melaksanakan perintah terkait pelaksanaan pilgub, dan tidak memiliki wewenang apa pun di luar perintah tersebut.
Pada hakikatnya, dia melanjutkan, penjadwalan pilgub Lampung itu ditetapkan oleh pusat, termasuk pelaksanaannya apabila diwacanakan akan bersamaan dengan pemilu legislatif.
Dia menegaskan bahwa KPU Pusat berkewajiban membuat payung hukumnya, karena berdasarkan undang-undang, ada perbedaan signifikan dalam pelaksanaan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Nanang mencontohkan, beberapa hal yang signifikan tersebut, di antaranya perubahan jumlah maksimal pemilih di TPS pada pemilu legislatif dan pilgub yang bisa berbeda hingga 100-an orang pemilih.
"Jumlah maksimal pemilihnya berbeda, jadi kalau digabungkan harus ada payung hukum dari KPU Pusat agar tidak melanggar aturan yang ada," kata dia pula.
Selain itu, beberapa hal lain yang harus diatur secara tertulis dari KPU Pusat apabila pilgub dilaksanakan bersamaan dengan pemilu legislatif adalah waktu pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suaranya.
Menurut Nanang, apabila dilaksanakan bersamaan, waktu pemungutan suara di TPS harus ditambah dan tidak berakhir pada pukul 13.00 WIB, demikian juga dengan detail pelaksanaan penghitungan suara hasilnya, mana yang harus didahulukan pemilu legislatif atau pemilu gubernur.
"Petugas di TPS `kan tidak bertambah, dan mereka akan bekerja dua kali lebih berat," kata Nanang lagi.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Lampung Nazarudin menyatakan, mustahil pilgub dan pemilu legislatif digelar bersamaan karena jumlah TPS dan jumlah pemilih maksimal per TPS yang berbeda.
Jumlah TPS pada pilgub juga akan lebih sedikit, karena menurut aturan yang berlaku untuk pilgub jumlah maksimal pemilih untuk satu TPS adalah 600 orang, sedangkan untuk pemilu legislatif 500 orang.
Sedangkan untuk petugas panitia pemungutan suara pada pilgub juga lebih sedikit yaitu sekitar 5.000-an petugas, sedangkan pada pemilu legislatif dan pemilu presiden mencapai 7.000-an orang.
Guna menyikapi agar pelaksanaan pemungutan suara pilgub Lampung dapat berjalan sesuai jadwal telah ditetapkan pada 27 Februari mendatang, Nazarudin menyatakan harus ada kerja sama di semua lini, khususnya antara pemerintah daerah dan KPU.