Bandarlampung - Kalangan serikat buruh di Provinsi Lampung mendesak pemerintah dan berbagai pihak bersama-sama dapat menghentikan praktik kebijakan dan politik upah murah yang selama ini selalu didengungkan di Indonesia.
Menurut Yohanes Joko Purwanto dari FSBKU (Federasi Serikat Buruh Karya Utama) di Bandarlampung, seperti dilansir Antara, Selasa (11/6), selama praktik politik dan kebijakan upah murah itu diterapkan di negeri ini, nasih umumnya kaum buruh masih harus terus diperjuangkan dan dituntut oleh para buruh itu sendiri.
"Hampir tidak ada upah yang mahal atau layak berlaku bagi buruh di negeri kita ini," ujar Joko pula.
Menurut dia, upah bagi umumnya pekerja itu seharusnya dalam jumlah yang layak untuk dapat menjamin pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan mensejahterakan para buruh.
Tapi kenyataannya, hingga saat ini kendati berbagai kebijakan perburuhan telah dikeluarkan, faktanya menurut Joko, para buruh masih menerima upah apa adanya saja.
"Buruh di negeri ini bukannya bahagia dan senang setelah mendapatkan upahnya, tapi justru dipastikan akan menambah utang untuk menambal kekurangan bagi pemenuhan kebutuhan hidup para buruh itu," katanya pula.
Ironis dan tragisnya, menurut Joko lagi, pemerintah kita justru mendengungkan dan mengkampanyekan upah murah itu kepada para investor yang akan menanamkan modalnya di sini.
Padahal seharusnya pemerintah dapat menjamin dan memberikan perlindungan bagi para buruh mendapatkan upah yang layak, katanya.
Karena itu, kata Joko pula, kalangan buruh melalui serikat buruh di Indonesia terus mengajukan tuntutan kenaikan upah/gaji yang sesuai dengan kelayakan hidup, tidak hanya upah minimum seperti yang berlaku saat ini.
Mereka juga menuntut pemerintah dan kalangan dunia usaha untuk menghentikan promosi upah murah serta menyetop praktik upah murah terus dipromosikan sebagai salah satu "daya tarik" di Indonesia, di antaranya dengan menyempurnakan kembali ketentuan dalam Undang-Undang Ketenakerjaan (Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Dia menilai, hingga hari ini pemerintah tidak bisa mengendalikan ekonomi secara multisektoral, tapi masih bersifat sektoral.
"Pemerintah masih bertindak hanya seperti pemadam kebakaran saja. Habis apinya adem lagi. Tidak benar-benar berupaya mensejahterakan rakyat," ujar dia lagi.
Harga sembako semakin tinggi, biaya pendidikan dan kesehatan makin naik, infrastruktur buruk, teknologi maupun pelayanan kepada warga negara masih belum optimal, dan penguasaan sumberdaya alam serta yang lainnya masih berjalan secara timpang.
"Sampai hari ini kebijakan di negeri kita ini masih berpihak kepada modal besar atau pengusaha-pengusaha saja, sehingga masih banyak yang harus dibenahi bersama dan bahu membahu bukan hanya untuk kepentingan sendiri dan golongannya," ujar Joko Purwanto.
Di Lampung saat ini upah minimum provinsi (UMP) tahun 2013 mengalami kenaikan dari UMP tahun sebelumnya Rp975.000 menjadi Rp1.150.000 per bulan (naik 17,95 persen).
Dewan Pengupahan Kota (DPK) Bandarlampung juga menetapkan upah minimum kota (UMK) tahun 2013 sebesar Rp1.195.000 dari UMK tahun 2012 sebesar Rp981.000 per bulan.
Nilai UMK Bandarlampung ini nyaris menyamai indeks kebutuhan hidup layak (KHL) yaitu Rp1.195.605.