Bandarlampung - Kota Bandarlampung di Provinsi Lampung termasuk satu dari sejumlah kota di Indonesia dengan tingkat inflasi yang tinggi, sehingga dirasakan masyarakat di daerah ini biaya hidup sehari-hari menjadi kian mahal.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Lampung melakukan sejumlah langkah untuk mengendalikan laju inflasi di daerah itu.
"TPID Lampung telah melalukan rapat kajian inflasi Lampung di Kantor Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung, pada 19 Februari 2014, dengan sejumlah rekomendasi kebijakan untuk mengendalikan laju inflasi ke depan," kata Ketua TPID Lampung, Andang Setyobudi, di Bandarlampung, Sabtu (1/3).
Kebijakan itu berupa, meminimalkan terjadinya lonjakan inflasi yang disebabkan karena terbatasnya komoditas strategis, melakukan identifikasi dan pengembangan klaster komoditas strategis di Provinsi Lampung yang melibatkan koordinasi lintas satuan kerja perangkat daerah melalui Forum Pengembangan Ekonomi Daerah (FPED).
Kemudian menurutnya, dengan meningkatkan peran Lembaga Ekonomi Desa (BUMD dan BUMP) untuk meminimalisasi kekurangan pasokan lokal dan memberikan nilai tambah bagi petani. Peningkatan produksi dengan mengembangkan sawah tadah hujan serta mengoptimalkan kembali kebijakan cadangan pangan di masing-masing kabupaten dan kota, dengan manajemen cadangan pangan yang terintegrasi langsung ke pasar.
Langkah berikutnya berupa pengembangan program pertanian di perkotaan (urban farming) diperluas di wilayah perkotaan melalui pemanfaatan lahan pekarangan atau lahan tidur.
"Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan kemandirian pangan khususnya bumbu-bumbuan di tingkat rumah tangga, seperti cabai dan bumbu dapur, serta dapat digunakan untuk menambah nilai estetika perumahan atau kota," jelas Andang.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung itu lebih lanjut mengatakan bahwa untuk mengendalikan laju inflasi diperlukan pula pemetaan surplus defisit komoditas strategis, seperti Neraca Bahan Makanan (NBM) harus disusun pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta dapat disampaikan secara rutin agar dapat dilakukan pemetaan kondisi produksi dan pasokan (surplus/defisit) serta dapat mengetahui status ketahanan pangan provinsi ini.
Selain itu, tambahnya, dilakukan pemantauan harga oleh SKPD, juga harus dilakukan pemantauan ketersediaan riil komoditas strategis yang ada di pasar termasuk memperhitungkan arus keluar masuk barang (perdagangan) antar daerah serta pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS).